Minggu, 31 Oktober 2010

Sebungkus Rindu

Maukah kau kukirimi sebungkus rindu
Yang kuanyam dari daun cinta
Kupetik dari pohon hati
Walau pernah kau tebang
Namun dia tumbuh lagi
Karena kuberi pupuk ketulusan
Yang takkan mati walau tak disirami

(01062010)

Sudah lama aku mengharapkan sebuah pertemuan. Sejak lebih dari satu tahun kita bahkan tak saling melihat foto. Namun aku tak perlu tahu bagaimana rupamu saat ini karena sosokmu selalu hadir dalam hatiku. Sejauh apapun engkau telah berubah, namun artimu dalam hatiku tidak – atau setidak-tidaknya belum – berubah. Hatiku agak mendua ketika menetapkan ingin merancang pertemuan yang belum sempat terjadi itu. Aku tahu berita dan ramalan di banyak media mengatakan akan ada bencana besar di tempatmu berada. Aku ragu, antara percaya dengan tidak. Kalaupun aku tak percaya, jika aku nekad menemuimu, dan ternyata sesuatu terjadi padaku, ya sudahlah...., berarti itu takdir. Namun sesuatu yang lain menghentikan keinginan itu. Teman yang sedianya akan menjadi teman seperjalanan, ternyata membatalkan niatnya untuk menemui keluarga di kota yang sama denganmu. Aku sedikit kecewa, namun juga lega. Di satu sisi keraguanku terjawab, namun di sisi lain rasa rindu yang sudah membuncah ini tetap tak dapat kubendung.

Aku tahu – bahkan yakin seyakin-yakinnya – bahwa jauh di lubuk hatimu, engkau juga mengharapkan hal yang sama denganku. Itu tak dapat disembunyikan ketika aku sempat menanyakan tentang suatu tempat yang ada di kotamu, engkau bukannya menjawab pertanyaanku, malah bertanya apakah aku akan berkunjung kesana, yang artinya ke kotamu, dan itu juga berarti akan ada kesempatan bertemu. Aku tertawa mendengar antusiasme yang engkau tunjukkan, sesuatu yang sangat jarang kelihatan di dirimu yang begitu ‘dingin’ dan ‘datar’, yang nyaris tanpa emosi selama ini.

Tapi kemungkinan, keinginanku untuk segera bertemu denganmu akan terwujud sebentar lagi. Aku mendapat kesempatan kedua, dan itu takkan ku sia-siakan. Apapun yang terjadi, aku harus pergi... Meski disana kita hanya bisa saling bertatap muka tanpa ada satu kata pun yang terucap, yang selama ini mengganjal di hati kita, yang membuat kita berpisah walau sejujurnya bukan itu yang kita inginkan. Kuharap semua ketakutan dan beban yang selama ini mengganjal kita, akan terbang bersamaan dengan pertemuan kita. Walau mungkin itu takkan mengubah apa yang sudah terjadi diantara kita, dan aku pun tak berharap ada sesuatu yang terjadi sesudahnya. Biarlah waktu yang menjawab, seperti yang selalu engkau ucapkan padaku...

Tidak ada komentar: