Suatu ketika di sebuah kampus, beberapa mahasiswa dan
mahasiswi sedang duduk santai di taman kampus menikmati waktu istirahat kuliah.
Diantara mereka ada yang sedang terlibat percakapan ringan. Sebut saja namanya
Fifi dan Lidya. Kebetulan Fifi sedang bercerita tentang salah seorang teman
cowok Fifi yang kebetulan agak dekat dengannya meskipun mereka tidak pacaran. Dan
kebetulan pula teman cowok yang sedang diceritakan itu melintas di depan kantin
tempat mereka nongkrong dan berjalan menuju toilet yang berada tidak jauh dari taman.
“Tuh dia Rifky.... Panjang umur juga tuh anak..” komentar
Lidya karena yang sedang dibicarakan tahu-tahu muncul. “Yah...rupanya dia ke
toilet...” sambung Lidya lagi melihat yang dibicarakan menuju suatu tempat yang
kurang senonoh...
“Iya tuh anak..., dia emang hobi banget ke toilet...
Dikit-dikit ke toilet... Bocor kali krannya tuh...” ujar Fifi meledek teman
cowoknya yang sedang dibicarakan itu. Mereka pun tertawa. Lidya malah
berkomentar. “Alah.., Fi.... Pake ngeledek lagi... Padahal kamu tuh juga hobi
ke toilet... Dikit-dikit kebelet... Kalian tuh sama tau... Jangan-jangan kalian
jodoh... Abis punya persamaan gitu..., hahaha....”
Komentar Lidya itu sebenarnya komentar ringan yang tidak ada tujuan
apa-apa, cuma gurauan biasa yang tidak perlu dimasukkan ke dalam hati. Tapi
kalau kita mau merenungi, sebenarnya kita patut berpikir tentang apakah benar
bahwa banyak persamaan atau kecocokan bisa dijadikan patokan untuk menentukan
bahwa seseorang itu jodoh kita atau bukan. Lalu kalau lebih banyak perbedaan
berarti tidak ada kemungkinan jadi jodoh. Nyatanya banyak pasangan yang mempunyai
hubungan sampai akhir hayat yang selama hidup mereka dalam berhubungan, tetap
sering terjadi benturan-benturan yang menunjukkan perbedaan mereka, tapi toh
mereka tetap saja bisa melanjutkan hidup dalam kebersamaan. Lagipula bukankah
pria dan wanita pada hakekatnya memang berbeda? Jadi untuk apa
mengagung-agungkan persamaan dan menghindari perbedaan.
Jodoh
tak dapat dilihat dari banyaknya persamaan yang dimiliki, melainkan dari
keberhasilan menyatukan perbedaan yang ada (terinspirasi pada 26 November 2002)