Rabu, 12 Desember 2012

Jodoh Bukan Masalah Untung Rugi

 Bukan bermaksud membesar-besarkan diri karena senyatanya diriku sangat kecil (dengan tinggi hanya beberapa senti diatas 150 dan berat tak jauh-jauh dari 40 kg, kecil kan..?), banyak orang yang bertanya-tanya tentang statusku. Mereka heran bagaimana seorang wanita muda sepertiku (dengan pengertian "seperti" yang positif-positif maksudnya), masih juga sendiri. Dan tak jarang mereka juga berkata, "Bodoh sekali cowok-cowok yang mencampakkanmu.. Rugi sekali mereka ga mau sama kamu.."
Sejujurnya aku tidak merasa "melambung" dengan perkataan-perkataan seperti ini. Karena jujur saja (kamu memang terlalu jujur sepertinya Bie, disaat dunia ini sudah penuh dengan kepalsuan..), aku tidak pernah merasa diriku "lebih" seperti kelebihan-kelebihan yang mereka anggap itu. Aku lebih tahu siapa dan bagaimana diriku, dengan cacat ini dan cacat itu. Maka kukatakan pada mereka, jodoh itu bukan masalah untung rugi, tapi perkara ketetapan-Nya. Tugas manusia hanya ikhtiar dan do'a. Perkara hasil, itu kuasa-Nya.. Wallahu a'lam...

Sabtu, 17 November 2012

Ketika Do'a Kita Belum Dikabulkan...


Bukan hanya aku, tapi nyaris kita semua – manusia, hamba Allah Ta’ala – seringkali bertanya-tanya pada diri sendiri, dan bahkan yang lebih parahnya lagi jengkel, karena merasa sudah “berbusa-busa” memohon dan meminta sesuatu kepada-Nya namun belum juga terkabulkan hingga detik terakhir kita bernafas saat ini. Untuk kita semua, ada baiknya kita baca riwayat ini :

Suatu hari ketika Ibrahim bin Adam 'alaihissalam berjalan melewati sebuah pasar di negeri Bashrah, seorang laki-laki dari kaumnya bertanya,"Wahai Ibrahim, kami sudah berdo'a kepada Allah subhanahu wa ta'ala namun kenapa sampai sekarang Dia tidak mengabulkan do'a dan permintaan kami?"
Nabi Ibrahim menjawab,"Karena sesungguhnya hati kalian semua telah mati!"
Setelah itu mereka bertanya lagi,"Apakah yang membuat hati kami menjadi mati, wahai Ibrahim?"
Nabi Ibrahim menjawab,"Hati kalian menjadi mati disebabkan oleh sepuluh perkara yaitu kalian mengetahui Allah subhanahu wa ta'ala namun kalian tidak pernah menunaikan hak-hak-Nya; kalian senantiasa membaca kitab suci tetapi kalian enggan untuk mengamalkannya; kalian mengikrarkan diri bahwa kalian mencintai Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tetapi kalian senantiasa meninggalkan sunnah-sunnahnya; kalian berkata bahwa keberadaan surga adalah nyata tetapi kalian tidak pernah melakukan perbuatan yang dapat menjadikan kalian masuk ke surga; kalian berkata bahwa keberadaan neraka adalah nyata tetapi kalian tidak lari menjauhi perbuatan yang dapat membuat kalian masuk ke dalamnya; kalian mengetahui hal-hal yang baik tetapi kalian sengaja meninggalkannya; kalian mengetahui hal-hal yang buruk tetapi kalian sengaja mengikuti dan mengerjakannya; kalian mengikrarkan bahwa setan adalah musuh kalian semua tetapi kalian tidak benar-benar menjadikannya sebagai musuh dan lebih memilih untuk mengikutinya; kalian mengubur jenazah salah seorang dari kalian tetapi kalian tidak mengambil pelajaran dari kematiannya; kalian senantiasa memakan dan menikmati karunia yang diberikan Allah subhanahu wa ta'ala tetapi kalian tidak pernah bersyukur kepada-Nya; dan kalian senantiasa sibuk membicarakan aib orang lain dan melupakan aib yang ada dalam diri kalian sendiri. Dengan sepuluh macam perkara yang kalian lakukan ini, maka bagaimana mungkin Allah subhanahu wa ta'ala mengabulkan do'a kalian semua?"

(Sumber: Buku "Wujudkan Impian Anda dengan Do'a" oleh Syaikh Majdi Muhammad Asy-Syahawi, terbitan An-Naba', 2009)

Maka marilah kita merenung, apakah kita termasuk diantara sepuluh perkara tersebut. Jika satu saja ya, maka benahilah diri kita untuk dapat menjadi orang yang Allah Ta’ala ridhoi agar Dia ridho pula atas permintaan kita.. Wallahu a’lam…

Selasa, 13 November 2012

'Telat' Kawin...


Kondisi sepertiku ini memang serba salah. Dengan status "telat kawin" (walaupun aku sangat tidak suka dengan kata "telat" itu dan bahkan Mamah Dedeh pun tidak menyetujuinya...), orang-orang mulai mencari hal-hal yang bisa "disalahkan" pada diriku sebagai penyebab dari kondisi "telat"ku ini. Dengan sifatku yang 'agak' temperamental, lalu orang bilang, "Jangan terlalu pemarah jadi perempuan, itu makanya susah dapat jodoh.."

Lalu karakterku yang 'agak' keras dan 'sedikit' (hanya sedikiiiit...saja) idealis dan punya prinsip tertentu (itupun kata orang ya, aku sih tidak merasa..), aku juga disalahkan, "Keras betul jadi perempuan, siapa yang berani dekat jadinya.."

Bahkan intelegensiku sempat disalahkan juga. Ada seorang teman kuliah (lelaki) yang pernah berkata bahwa sebenarnya banyak lelaki sesama teman kuliah kami juga yang dulu menaruh hati padaku. Tapi mereka "takut" padaku karena di mata mereka aku "terlalu pintar". Lalu mereka berkata, "Febby itu 'diluar jangkauan'.." Whaaattt...??? Gimme a break... Maka dengan penuh emosi aku bilang pada temanku yang penyambung lidah itu, "Jadi aku salah menjadi pintar..? Jadi cewek tu harus bego' gitu supaya cowok-cowok mau mendekat..??" Susah juga temanku itu menjelaskannya karena memang alasan itu menurutku amat sangat tidak masuk akal.

Dalam beberapa artikel aku memang pernah membaca bahwa pria memang agak enggan mendekati wanita yang cenderung memiliki tingkat intelegensi lebih tinggi daripada mereka para pria. Alasannya karena para pria ini takut dikuasai, jadi 'ditindas' dalam rumah tangga nantinya. Tapi menurutku sih tidak juga.. Pintarnya seperti apa dulu..? Pintar tidak sama dengan egois, dan itu tidak bisa digeneralisir. Maka tidak semua pintar itu berkonotasi negatif. Bahkan pintar itu memang tidak negatif, malah positif sekali.. Baguslah kalau dapat pasangan yang pintar supaya nanti anaknya juga pintar. Yang terpenting kan bagaimana sifatnya, asal jangan mentang-mentang pintar lalu jadi menyombongkan diri. Itu yang salah..

Jadi kondisi serba salah itu terletak pada.., ya..keserbasalahan itu.. Punya kekurangan seperti temperamen atau “sedikit” keras, salah.. Punya kelebihan di intelegensi, salah.. Jadi mesti bagaimana..? Yaa..itulah hal-hal yang dicari-cari orang untuk membuat diriku dan orang-orang sepertiku merasa terpojok dengan keadaan. Tidak tahu juga apa motivasi mereka melakukan itu. Mungkin justru karena sebenarnya mereka iri melihat orang-orang sepertiku yang masih bisa bebas kesana kemari tanpa terganggu “panggilan darurat” untuk segera pulang karena ada yang rewel…

Pun bagiku, lebih baik menjadi orang yang sedikit “telat” tapi jadi punya banyak waktu untuk belajar lebih banyak daripada orang yang “cepat dan tepat waktu” tapi pada akhirnya semua dijalani dengan penuh keterpaksaan akibat keterlanjuran. Teringat kata-kata seorang Mario Teguh (sejujurnya aku kurang simpati padanya tapi sejujurnya pula kata-kata ini sangat benar dalam sudut pandangku):
“Berpisah sebelum menikah memang pedih, tapi tidak sepedih keharusan untuk tetap bersama dalam pernikahan yang penuh penyesalan.”

Dan hanya kepada-Nya lah segala urusan kita kembalikan… Wallahu a’lam…


Selasa, 30 Oktober 2012

'Kan Udah "Laku"...

Banyak orang yang sudah menikah, jika diajukan hal-hal yg berkaitan dengan kekurangannya, misalnya penampilan yang mulai kurang menarik, gigi yang sudah ada ompongnya, tubuh yang menggelembung disana-sini, atau bahkan ketidaktahuan atas sesuatu yg sesungguhnya perlu diketahuinya, dengan santainya menjawab, "Biar aja, kan udah laku.."

Kasihan sekali bahwa segala sesuatu yang ada pada diri mereka, yang mereka miliki ataupun yang tidak mereka miliki, hanya bermuara pada satu alasan: LAKU! Tidakkah mereka tahu bahwa Tuhan tidak menyuruh manusia hidup hanya untuk "menjadi laku"? Tidakkah mereka tahu bahwa sebuah pernikahan patut dipertahankan dengan meningkatkan kualitas diri kita dalam segala hal menjadi lebih baik? Tidakkah mereka tahu bahwa mempertahankan jauh lebih sulit daripada memulai? Tidakkah mereka tahu bahwa kondisi "sudah laku" itu bisa saja berakhir kapan saja dengan cara apa saja, terlebih jika pelakunya tidak berusaha untuk mempertahankannya dengan meningkatkan kualitas dirinya secara keseluruhan?

Semoga kelak jika kondisiku "sudah laku", aku tidak akan menjadikan kondisi "sudah laku" itu sebagai alasan dan pembenaran atas ketidakinginanku memperbaiki kekuranganku dan meningkatkan kualitas diri. Na'uzubillahiminzalik...


Jumat, 05 Oktober 2012

Me and English are United



 Banyak yang bertanya padaku, bagaimana caranya agar bisa lancar berbahasa Inggris. Apalagi mereka melihat, meski aku sudah 6 tahun tidak mengajar, tapi (alhamdulillah) masih bisa casciscus ngomong. Susah juga aku menjelaskannya. Tapi mungkin inilah yang disebut orang "bisa karena biasa". Bukan bermaksud membesar-besarkan diri (aku tidak tahu bagaimana cara mengatakannya tanpa dibilang sombong, dan mudah-mudahan saja memang tidak dianggap sombong), aku dengan Bahasa Inggris ini memang sudah terbiasa. Bapak mungkin memang tidak ada waktu lagi untuk mengajarkan anak-anaknya satu persatu bahwa "this is a door", "that is a window", blablabla.. Namun beliau memfasilitasi kami dengan media-media pembelajaran yang memungkinkan kami untuk mengenal Bahasa Inggris tanpa merasa ‘diajar’ sehingga semuanya dilakukan dengan penuh kegembiraan (full of fun). Dulu kan jamannya piringan hitam. Kami punya banyak piringan hitam yang berisikan folksongs berbahasa Inggris seperti "Hickory Dickory Dock", "Mary Had A Little Lamb", "Que Sera Sera", “Ten Little Indians”, dan sebagainya, yang biasa kudengarkan setiap hari sepulang sekolah. Bukan untuk dihafal, tapi untuk didengar saja yang pada akhirnya lama kelamaan menjadi pembiasaan secara tak sadar sehingga telinga ini tidak asing lagi dengan "bunyi-bunyian" asing itu.
Dan percaya atau tidak, di kelas 3 SD aku juga sudah terbiasa mendengarkan lagu-lagu Elvis Presley seperti "Are You Lonesome Tonight", "It's Now or Never", dan yang lainnya. Betapa hampir setiap hari sepulang sekolah, aku dan kakak perempuanku selalu mampir ke perangkat tape (dulu jamannya pakai kaset, belum ada CD), lalu menghidupkan kaset itu hingga pada akhirnya pitanya kusut dan kasetnya tak bisa didengar lagi. Kami memang belum bisa memahami apa isi lagu itu (untung saja, karena memang belum ‘layak paham’ sebenarnya kan..), tapi setidaknya dengan pembiasaan itu, telinga ini terlatih untuk sebuah bahasa yang tidak digunakan sehari-hari, yang daya tahannya lebih lama dengan cara seperti ini daripada les dengan biaya belasan juta sekalipun.
Semoga ini bisa menjadi inspirasi para orang tua yang ingin anak-anaknya pandai berbahasa asing. Dan ini bukan hanya untuk Bahasa Inggris saja ya.. Untuk Bahasa Arab pun juga bisa diterapkan, dan jaman sekarang pilihan sudah begitu banyak bagi para orang tua. Dan aku kelak juga ingin mempraktikkan yang sama untuk kedua bahasa. Syukur-syukur dapat pasangan yang bisa berbahasa Arab dengan lancar, jadi orang tuanya sudah komplit, Arab-Inggris.. ;-)