“I really..wanna KILL him…, REALLY!!! Dia
adalah makhluk paling SIALAN yang pernah ada di muka bumi ini dan aku sangat
berharap dia mendapat ganjaran yang setimpal…”
Ini
gambaran suara hatiku menghadapi seseorang dari masa laluku yang kemudian mengobrak-abrik
kehidupanku dan benar-benar menghancurkannya… Entah kenapa Tuhan kok sepertinya
tidak pernah mau membiarkan hidupku ‘lurus-lurus’ saja. Setiap kali aku merasa
hidupku sedang nyaman dan damai, pasti adaaaa…saja makhluk yang datang
menganggu… Tapi makhluk yang satu ini benar-benar keterlaluan yang pada
akhirnya membuatku menyumpahinya dengan berkata lantang padanya, “I’LL RUN
AFTER YOU TO HELL…!!!”
Bagaimana
tidak, ditengah-tengah kehidupanku yang damai, dia tiba-tiba datang dari masa
lalu setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Lalu mengajakku jalan, mengenang masa
lalu dan bernostalgia. Benar-benar nostalgia sialan! Tapi ternyata
buntut-buntutnya dia melakukan semua itu karena mengharapkan sesuatu dariku.
Memang susah kalau sudah berurusan dengan orang matre, entah itu cewek apalagi
cowok. Dia menghamba-hamba padaku betapa dia membutuhkan bantuanku, karena
kalau tidak, “habislah semua…” Well, who
cares anyway…
Tapi
disitulah letak kebodohanku dan letak kecerdikannya, atau lebih tepatnya
kelicikannya… Mulanya tentu saja aku tidak mau… Memangnya dia siapa bisa
seenaknya minta tolong padaku setelah bertahun-tahun tidak peduli dengan
keadaanku, entah aku masih hidup atau tidak pun dia tidak peduli. Karena curiga
aku langsung menuduhkannya segala macam. Aku bilang ternyata dia mengajakku
jalan, bernostalgia, dan sebagainya hanya sebagai cara untuk mendapatkan yang
dia inginkan. Tapi dia masih ngeles.
Dia bilang dia memang butuh bantuanku, tapi nostalgia itu dia lakukan bukan
karena itu, tapi karena memang kangen padaku. Lalu aku bertanya kenapa dia memilih
aku, kenapa akhirnya datang padaku. Dia akui sebenarnya semua itu modal nekad
saja, dan dia datang padaku karena hanya aku satu-satunya cewek yang dia ingat.
“Kenapa cuma gue?” tanyaku lagi. “Karena gue pernah ada ‘rasa’ sama lu…” (pingsan)
Dan
kata-kata pamungkas itu ternyata berhasil juga meluluhkan hatiku. Ternyata aku,
yang sekeras-keras batu, tetap juga wanita yang haus “pengakuan rasa” dari
seorang pria. Maka aku bantulah dia. Mulanya hanya sekian, lalu dia minta lagi,
lagi dan lagi, sampai terkuraslah seluruh simpananku. Dia memang bajingan, dan
aku memang idiot…
Tapi
lalu aku membaca sebuah artikel. Aku lupa dari mana aku mendapatkannya, tapi
yang jelas dari internet.
BELANJA DI TOKO KEBAHAGIAAN
Seorang
muda yang selalu resah dan gelisah menemui seorang bijak dan bertanya, ''Berapa
lamakah waktu yang saya butuhkan untuk memperoleh kebahagiaan?'' Orang bijak
itu memandang si anak muda kemudian menjawab, ''Kira-kira sepuluh tahun.''
Mendengar
hal itu anak muda tadi terkejut, ''Begitu lama,?'' tanyanya tak percaya.
''Tidak,'' kata si orang bijak, ''Saya keliru. Engkau membutuhkan 20 tahun.''
Anak muda itu bertambah bingung. ''Mengapa Guru lipatkan dua,?'' tanyanya
keheranan. Orang bijak kemudian berkata, ''Coba pikirkan, dalam hal ini mungkin
engkau membutuhkan 30 tahun.''
Apa
yang terlintas dalam pikiran Anda ketika membaca cerita di atas? Tahukah Anda
mengapa semakin banyak orang muda itu bertanya, semakin lama pula waktu yang
diperlukannya untuk mencapai kebahagiaan? Lantas, bagaimana cara kita
mendapatkan kebahagiaan? Sebagaimana yang telah banyak disampaikan, kebahagiaan
hanya akan dicapai kalau kita mau melakukan pencarian ke dalam. Namun, itu
semua tidak dapat Anda peroleh dengan cuma-cuma. Anda harus mau membayar
harganya.
Agar
lebih mudah kita gunakan analogi sebuah toko. Nama toko itu adalah ''Toko
Kebahagiaan.'' Di sana tidak ada barang yang bernama ''kebahagiaan'' karena
''kebahagiaan'' itu sendiri tidak dijual. Namun, toko ini menjual semua barang
yang merupakan unsur-unsur pembangun kebahagiaan, antara lain: kesabaran,
keikhlasan, rasa syukur, kasih sayang, kejujuran, kepasrahan, dan rela
memaafkan. Inilah ''barang-barang'' yang Anda perlukan untuk mencapai
kebahagiaan.
Tetapi,
berbeda dari toko biasa, toko ini tidak menjual produk jadi. Yang dijual di
sini adalah benih. Jadi, kalau Anda tertarik untuk membeli ''kesabaran'' Anda
hanya akan mendapatkan ''benih kesabaran.'' Karena itu, segera setelah Anda
pulang ke rumah Anda harus berusaha keras untuk menumbuhkan benih tersebut
sampai ia menghasilkan buah kesabaran.
Setiap
benih yang Anda beli di toko tersebut mengandung sejumlah persoalan yang harus
Anda pecahkan. Hanya bila Anda mampu memecahkan persoalan tersebut, Anda akan
menuai buahnya. Benih yang dijual di toko itu juga bermacam-macam tingkatannya.
''kesabaran tingkat 1,''misalnya, berarti menghadapi kemacetan lalu lintas,
atau pengemudi bus yang ugal-ugalan. ''Kesabaran tingkat 2'' berarti menghadapi
atasan yang sewenang-wenang, atau kawan yang suka memfitnah. ''Kesabaran
tingkat 3'', misalnya, adalah menghadapi anak Anda yang terkena autisme.
Menu yang lain
misalnya ''bersyukur.''
''Bersyukur tingkat
1'' adalah bersyukur di kala senang, sementara ''bersyukur tingkat 2'' adalah
bersyukur di kala susah.
''Kejujuran tingkat
1,'' misalnya, kejujuran dalam kondisi biasa, sementara ''kejujuran tingkat 2''
adalah kejujuran dalam kondisi terancam.
Inilah sebagian
produk yang dapat dibeli di ''Toko Kebahagiaan''.
Setiap produk yang
dijual di toko tersebut berbeda-beda harganya sesuai dengan kualitas karakter
yang ditimbulkannya. Yang termahal ternyata adalah ''kesabaran'' karena
kesabaran ini merupakan bahan baku dari segala macam produk yang dijual di
sana.
Seorang
filsuf Thomas Paine pernah mengatakan, ''Apa
yang kita peroleh dengan terlalu mudah pasti kurang kita hargai. Hanya harga
yang mahallah yang memberi nilai kepada segalanya. Tuhan tahu bagaimana
memasang harga yang tepat pada barang-barangnya.''
Dengan
cara pandang seperti ini kita akan menghadapi masalah secara berbeda. Kita akan
bersahabat dengan masalah. Kita pun akan menyambut setiap masalah yang ada
dengan penuh kegembiraan karena dalam setiap masalah senantiasa terkandung
''obat dan vitamin'' yang sangat kita butuhkan.
Dengan demikian Anda akan ''berterima kasih'' kepada
orang-orang yang telah menyusahkan Anda karena mereka memang ''diutus'' untuk
membantu Anda. Pengemudi yang ugal-ugalan, tetangga yang jahat, atasan yang
sewenang-wenang adalah peluang untuk membentuk kesabaran. Penghasilan yang
pas-pasan adalah peluang untuk menumbuhkan rasa syukur. Suasana yang ribut dan
gaduh adalah peluang untuk menumbuhkan konsentrasi. Orang-orang yang tak tahu
berterima kasih adalah peluang untuk menumbuhkan perasaan kasih tanpa syarat.
Orang-orang yang menyakiti Anda adalah peluang untuk menumbuhkan kualitas rela
memaafkan.
Sebagai
penutup marilah kita renungkan ungkapan berikut ini: ''Aku memohon kekuatan,
dan Tuhan memberiku kesulitan-kesulitan untuk membuatku kuat. Aku memohon
kebijaksanaan, dan Tuhan memberiku masalah untuk diselesaikan. Aku memohon
kemakmuran, dan Tuhan memberiku tubuh dan otak untuk bekerja. Aku memohon
keberanian, dan Tuhan memberiku berbagai bahaya untuk aku atasi. Aku memohon
cinta, dan Tuhan memberiku orang-orang yang bermasalah untuk aku tolong. Aku
mohon berkah dan Tuhan memberiku berbagai kesempatan. Aku tidak memperoleh
apapun yang aku inginkan, tetapi aku mendapatkan apapun yang aku butuhkan.''
Satu hal yang membuatku sangat 'kena' dengan artikel ini
adalah bagian “’berterima kasih’ kepada orang-orang yang telah menyusahkan Anda karena
mereka memang ‘diutus’ untuk membantu Anda”. Contohnya disitu pengemudi
yang ugal-ugalan, bos yang menyebalkan, dan sebagainya. Kalau dalam kasusku, aku
bisa mengambil hikmahnya sendiri dari apa yang aku alami sekarang, betapa
'seseorang itu' benar-benar menyusahkanku, yang mulanya dia tidak merasa tapi
akhirnya dia sadar dan minta maaf walaupun toh kami sama-sama tidak bisa melakukan
apapun dengan keadaan yang sama-sama tidak menguntungkan ini. Aku yang mulanya
heran sampai sebal dengan pertemuan kami yang sangat mendadak dan memusingkan ini,
ditambah pengakuannya yang dadakan dan sangat tidak penting disaat yang tidak
memungkinkan lagi, aku yang mulanya ingin 'marah' sama Tuhan, apa sih maksud
DIA dengan semua kejadian ini, pertemuanku dengannya, pengakuannya, permintaan
tolongnya, dan hal-hal mustahil tentang dia…
Akhirnya aku mengerti sekarang apa sebenarnya maksud dari
semua ini. Aku sedang "ujian kenaikan kelas" lagi seperti dulu.
Setelah ujian sebelumnya adalah masalah kantor yang sepertinya tidak
berkesudahan, lalu sekarang ditambah dengan si "setan ganteng" yang menyesakan
dada ini. Yah...sekali lagi itu cuma "ujian kenaikan kelas" yang
harus aku hadapi kalau aku mau tambah "pintar" dalam menghadapi hidup
ini. Kalau tidak pernah ujian ya tidak akan pernah 'naik kelas' kan... Ya sudahlah..
That's life anyway.., for better for
worst...
“Setiap orang yang ada di satu waktu kehidupan kita pasti
punya maksud untuk dipelajari” (kutipan
dari novel “Cintapuccino” – Icha Rachmanti)