Jumat, 16 Mei 2008

That's Life..., For Better For Worst...



            “I really..wanna KILL him…, REALLY!!! Dia adalah makhluk paling SIALAN yang pernah ada di muka bumi ini dan aku sangat berharap dia mendapat ganjaran yang setimpal…”
            Ini gambaran suara hatiku menghadapi seseorang dari masa laluku yang kemudian mengobrak-abrik kehidupanku dan benar-benar menghancurkannya… Entah kenapa Tuhan kok sepertinya tidak pernah mau membiarkan hidupku ‘lurus-lurus’ saja. Setiap kali aku merasa hidupku sedang nyaman dan damai, pasti adaaaa…saja makhluk yang datang menganggu… Tapi makhluk yang satu ini benar-benar keterlaluan yang pada akhirnya membuatku menyumpahinya dengan berkata lantang padanya, “I’LL RUN AFTER YOU TO HELL…!!!”
            Bagaimana tidak, ditengah-tengah kehidupanku yang damai, dia tiba-tiba datang dari masa lalu setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Lalu mengajakku jalan, mengenang masa lalu dan bernostalgia. Benar-benar nostalgia sialan! Tapi ternyata buntut-buntutnya dia melakukan semua itu karena mengharapkan sesuatu dariku. Memang susah kalau sudah berurusan dengan orang matre, entah itu cewek apalagi cowok. Dia menghamba-hamba padaku betapa dia membutuhkan bantuanku, karena kalau tidak, “habislah semua…” Well, who cares anyway…
            Tapi disitulah letak kebodohanku dan letak kecerdikannya, atau lebih tepatnya kelicikannya… Mulanya tentu saja aku tidak mau… Memangnya dia siapa bisa seenaknya minta tolong padaku setelah bertahun-tahun tidak peduli dengan keadaanku, entah aku masih hidup atau tidak pun dia tidak peduli. Karena curiga aku langsung menuduhkannya segala macam. Aku bilang ternyata dia mengajakku jalan, bernostalgia, dan sebagainya hanya sebagai cara untuk mendapatkan yang dia inginkan. Tapi dia masih ngeles. Dia bilang dia memang butuh bantuanku, tapi nostalgia itu dia lakukan bukan karena itu, tapi karena memang kangen padaku. Lalu aku bertanya kenapa dia memilih aku, kenapa akhirnya datang padaku. Dia akui sebenarnya semua itu modal nekad saja, dan dia datang padaku karena hanya aku satu-satunya cewek yang dia ingat. “Kenapa cuma gue?” tanyaku lagi. “Karena gue pernah ada ‘rasa’ sama lu…” (pingsan)
            Dan kata-kata pamungkas itu ternyata berhasil juga meluluhkan hatiku. Ternyata aku, yang sekeras-keras batu, tetap juga wanita yang haus “pengakuan rasa” dari seorang pria. Maka aku bantulah dia. Mulanya hanya sekian, lalu dia minta lagi, lagi dan lagi, sampai terkuraslah seluruh simpananku. Dia memang bajingan, dan aku memang idiot…
            Tapi lalu aku membaca sebuah artikel. Aku lupa dari mana aku mendapatkannya, tapi yang jelas dari internet.

BELANJA DI TOKO KEBAHAGIAAN
Seorang muda yang selalu resah dan gelisah menemui seorang bijak dan bertanya, ''Berapa lamakah waktu yang saya butuhkan untuk memperoleh kebahagiaan?'' Orang bijak itu memandang si anak muda kemudian menjawab, ''Kira-kira sepuluh tahun.''
Mendengar hal itu anak muda tadi terkejut, ''Begitu lama,?'' tanyanya tak percaya. ''Tidak,'' kata si orang bijak, ''Saya keliru. Engkau membutuhkan 20 tahun.'' Anak muda itu bertambah bingung. ''Mengapa Guru lipatkan dua,?'' tanyanya keheranan. Orang bijak kemudian berkata, ''Coba pikirkan, dalam hal ini mungkin engkau membutuhkan 30 tahun.''
Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika membaca cerita di atas? Tahukah Anda mengapa semakin banyak orang muda itu bertanya, semakin lama pula waktu yang diperlukannya untuk mencapai kebahagiaan? Lantas, bagaimana cara kita mendapatkan kebahagiaan? Sebagaimana yang telah banyak disampaikan, kebahagiaan hanya akan dicapai kalau kita mau melakukan pencarian ke dalam. Namun, itu semua tidak dapat Anda peroleh dengan cuma-cuma. Anda harus mau membayar harganya.
Agar lebih mudah kita gunakan analogi sebuah toko. Nama toko itu adalah ''Toko Kebahagiaan.'' Di sana tidak ada barang yang bernama ''kebahagiaan'' karena ''kebahagiaan'' itu sendiri tidak dijual. Namun, toko ini menjual semua barang yang merupakan unsur-unsur pembangun kebahagiaan, antara lain: kesabaran, keikhlasan, rasa syukur, kasih sayang, kejujuran, kepasrahan, dan rela memaafkan. Inilah ''barang-barang'' yang Anda perlukan untuk mencapai kebahagiaan.
Tetapi, berbeda dari toko biasa, toko ini tidak menjual produk jadi. Yang dijual di sini adalah benih. Jadi, kalau Anda tertarik untuk membeli ''kesabaran'' Anda hanya akan mendapatkan ''benih kesabaran.'' Karena itu, segera setelah Anda pulang ke rumah Anda harus berusaha keras untuk menumbuhkan benih tersebut sampai ia menghasilkan buah kesabaran.

Setiap benih yang Anda beli di toko tersebut mengandung sejumlah persoalan yang harus Anda pecahkan. Hanya bila Anda mampu memecahkan persoalan tersebut, Anda akan menuai buahnya. Benih yang dijual di toko itu juga bermacam-macam tingkatannya. ''kesabaran tingkat 1,''misalnya, berarti menghadapi kemacetan lalu lintas, atau pengemudi bus yang ugal-ugalan. ''Kesabaran tingkat 2'' berarti menghadapi atasan yang sewenang-wenang, atau kawan yang suka memfitnah. ''Kesabaran tingkat 3'', misalnya, adalah menghadapi anak Anda yang terkena autisme.
Menu yang lain misalnya ''bersyukur.''
''Bersyukur tingkat 1'' adalah bersyukur di kala senang, sementara ''bersyukur tingkat 2'' adalah bersyukur di kala susah.
''Kejujuran tingkat 1,'' misalnya, kejujuran dalam kondisi biasa, sementara ''kejujuran tingkat 2'' adalah kejujuran dalam kondisi terancam.
Inilah sebagian produk yang dapat dibeli di ''Toko Kebahagiaan''.
Setiap produk yang dijual di toko tersebut berbeda-beda harganya sesuai dengan kualitas karakter yang ditimbulkannya. Yang termahal ternyata adalah ''kesabaran'' karena kesabaran ini merupakan bahan baku dari segala macam produk yang dijual di sana.
Seorang filsuf Thomas Paine pernah mengatakan, ''Apa yang kita peroleh dengan terlalu mudah pasti kurang kita hargai. Hanya harga yang mahallah yang memberi nilai kepada segalanya. Tuhan tahu bagaimana memasang harga yang tepat pada barang-barangnya.''
Dengan cara pandang seperti ini kita akan menghadapi masalah secara berbeda. Kita akan bersahabat dengan masalah. Kita pun akan menyambut setiap masalah yang ada dengan penuh kegembiraan karena dalam setiap masalah senantiasa terkandung ''obat dan vitamin'' yang sangat kita butuhkan.
Dengan demikian Anda akan ''berterima kasih'' kepada orang-orang yang telah menyusahkan Anda karena mereka memang ''diutus'' untuk membantu Anda. Pengemudi yang ugal-ugalan, tetangga yang jahat, atasan yang sewenang-wenang adalah peluang untuk membentuk kesabaran. Penghasilan yang pas-pasan adalah peluang untuk menumbuhkan rasa syukur. Suasana yang ribut dan gaduh adalah peluang untuk menumbuhkan konsentrasi. Orang-orang yang tak tahu berterima kasih adalah peluang untuk menumbuhkan perasaan kasih tanpa syarat. Orang-orang yang menyakiti Anda adalah peluang untuk menumbuhkan kualitas rela memaafkan.
Sebagai penutup marilah kita renungkan ungkapan berikut ini: ''Aku memohon kekuatan, dan Tuhan memberiku kesulitan-kesulitan untuk membuatku kuat. Aku memohon kebijaksanaan, dan Tuhan memberiku masalah untuk diselesaikan. Aku memohon kemakmuran, dan Tuhan memberiku tubuh dan otak untuk bekerja. Aku memohon keberanian, dan Tuhan memberiku berbagai bahaya untuk aku atasi. Aku memohon cinta, dan Tuhan memberiku orang-orang yang bermasalah untuk aku tolong. Aku mohon berkah dan Tuhan memberiku berbagai kesempatan. Aku tidak memperoleh apapun yang aku inginkan, tetapi aku mendapatkan apapun yang aku butuhkan.''

            Satu hal yang membuatku sangat 'kena' dengan artikel ini adalah bagian ’berterima kasih’ kepada orang-orang yang telah menyusahkan Anda karena mereka memang ‘diutus’ untuk membantu Anda. Contohnya disitu pengemudi yang ugal-ugalan, bos yang menyebalkan, dan sebagainya. Kalau dalam kasusku, aku bisa mengambil hikmahnya sendiri dari apa yang aku alami sekarang, betapa 'seseorang itu' benar-benar menyusahkanku, yang mulanya dia tidak merasa tapi akhirnya dia sadar dan minta maaf walaupun toh kami sama-sama tidak bisa melakukan apapun dengan keadaan yang sama-sama tidak menguntungkan ini. Aku yang mulanya heran sampai sebal dengan pertemuan kami yang sangat mendadak dan memusingkan ini, ditambah pengakuannya yang dadakan dan sangat tidak penting disaat yang tidak memungkinkan lagi, aku yang mulanya ingin 'marah' sama Tuhan, apa sih maksud DIA dengan semua kejadian ini, pertemuanku dengannya, pengakuannya, permintaan tolongnya, dan hal-hal mustahil tentang dia…
Akhirnya aku mengerti sekarang apa sebenarnya maksud dari semua ini. Aku sedang "ujian kenaikan kelas" lagi seperti dulu. Setelah ujian sebelumnya adalah masalah kantor yang sepertinya tidak berkesudahan, lalu sekarang ditambah dengan si "setan ganteng" yang menyesakan dada ini. Yah...sekali lagi itu cuma "ujian kenaikan kelas" yang harus aku hadapi kalau aku mau tambah "pintar" dalam menghadapi hidup ini. Kalau tidak pernah ujian ya tidak akan pernah 'naik kelas' kan... Ya sudahlah.. That's life anyway.., for better for worst...

“Setiap orang yang ada di satu waktu kehidupan kita pasti punya maksud untuk dipelajari” (kutipan dari novel “Cintapuccino” – Icha Rachmanti)