Secara harfiah, musibah berarti sesuatu yang
mengenai kita atau menimpa kita. Lazimnya, musibah adalah ujian atau segala
sesuatu yang tidak kita inginkan untuk terjadi. Itu berarti bahwa musibah dapat
dialami semua orang, apakah itu orang baik maupun orang jahat. Ini berbeda
dengan azab yang yang diberikan kepada orang-orang yang durhaka kepada Allah
dan menolak untuk bersyukur (kufur). Azab tidak selalu datang saat kita berada
di dunia. Ada azab yang ditangguhkan hingga datangnya hari kiamat. Sedangkan
bala secara spesifik ditujukan kepada orang yang sedang memperjuangkan
kebaikan, baik untuk dirinya maupun untuk orang banyak. Maka, bala sering
disebut sebagai ujian yang dimaksudkan untuk membuktikan kualitas seseorang,
apakah dia benar-benar beriman atau tidak. Dari pengertian diatas, mungkin
dapat disimpulkan bahwa semua yang terjadi pada bangsa ini (mulai dai tsunami,
gempa hebat, banjir besar, angin puting beliung, semburan lumpur panas tak
berkesudahan, dan sebagainya) dapat disebut dengan musibah karena menimpa orang
banyak, yang kita tidak dapat pastikan apakah dia baik atau jahat.
Pada
dasarnya tidak ada satu manusia pun yang mengharapkan datangnya musibah., tapi
juga tidak ada satu manusia pun yang dapat menangkalnya. Dan meskipun semua
musibah itu pahit bagi manusia, namun khasiatnya akan tergantung pada bagaimana
manusia itu menghayati dan meresponnya. Hidup kita tidak ditentukan oleh
musibah yang menimpa kita, melainkan dari apa yang kita lakukan terhadap
musibah itu.
Dapat
dikatakan bahwa musibah merupakan pendidikan Tuhan kepada umat-Nya, meskipun
bentuknya buruk menurut kita. Dengan kata lain, musibah yang menimpa kita,
apapun bentuknya, seberapapun ukurannya, pada dasarnya bukan semata-mata
kejadian yang seratus persen buruk untuk kita. Ada pencerahan di balik musibah
itu.
Pertama, pendidikan Tuhan itu tidak
harus sesuatu yang kita inginkan. Justru sebaliknya seringkali berupa sesuatu
yang yang tidak kita inginkan seperti kesengsaraan, penderitaan, kegagalan, atau
musibah. Kedua, ujian dalam pendidikan Tuhan tidak diberitahu waktu dan
materinya. Ujian itu bisa datang kapan saja, terlepas dari apakah kita sudah
siap atau belum dalam menghadapinya. Bahkan secara umum dapat dikatakan bahwa
pelajaran itu justru kita dapatkan setelah ujian datang, dan pelajaran hanya
bisa diambil oleh orang-orang yang dapat mengambil hikmah.
Karenanya, kalau saja kita dapat
mengambil hikmah dibalik semua peristiwa yang terjadi pada kita, percayalah
bahwa kita dapat merasakan indahnya hidup. Buku ini mengajarkan kepada kita
bagaimana cara memaknai musibah, sehingga kita tidak menjadi orang yang kufur
dan berprasangka buruk kepada Tuhan. Dibandingkan buku bertema serupa, buku ini
penulis anggap lebih bagus karena lebih jelas mendefinisikan musibah dan
sejenisnya, penyebab datangnya musibah, dan bagaimana memaknainya. Semoga Allah
menjadikan kita orang-orang yang bersyukur.
Referensi
AN. Ubaedy, 2008, Tiada
Musibah Tanpa Hikmah, Grafindo Khazanah Ilmu