Senin, 04 April 2011

"SHOCK THERAPY" AWAL TAHUN 2011...

Terlalu lama aku tak menulis. Mungkin karena itu kesehatan jiwaku agak kurang stabil, karena sesungguhnya menulis dapat membuat jiwa kita lebih stabil kan, karena ada pelampiasan positif atas tekanan yang kita rasakan. Tiga bulan pertama di tahun 2011 ini penuh “kejutan” bagiku. Nyaris seperti shock therapy, yang ujung-ujungnya adalah perenungan diri atas semua yang telah berlalu, semua dosa-dosaku dulu, dan semua yang selalu mengingatkanku agar tidak menjadi orang yang sombong. Terkadang kondisi ‘dicampakkan’ memang baik untuk menekan egoisme kita, agar kita tidak merasa bahwa kita orang yang SELALU hebat, SELALU baik, dan sempurna, karena sesungguhnya sempurna itu takkan pernah ada dalam diri manusia manapun.

Bulan pertama, Allah menegurku dengan mengambil seseorang yang telah ada dalam hidupku selama 10 tahun. Seseorang yang menjalani hubungan tak jelas denganku selama ini, namun sesungguhnya pengharapanku terlalu besar terhadapnya. Belum lagi keinginan orang tua yang berharap aku bisa bersamanya. Aku sudah berusaha mengungkapkan itu padanya, namun dia menolak mentah-mentah. Dia tidak yakin bisa menjadi pasangan yang setia pada pasangannya, karena itu dia tidak mau denganku, karena takutnya nanti mengecewakanku. Semua cerita tentangnya dan tentang harapan orang tuaku itu aku ungkapkan pada seorang teman (perempuan) yang selama ini cukup aku percayai walaupun sebenarnya aku tak terlalu dekat juga dengannya. Namun ternyata di belakangku mereka menjalin kedekatan yang saat ini sudah sampai pada tahap “serius”.. Padahal di awal si lelaki tidak mau karena si perempuan anak orang kaya dan ternama, dan sedari dulu, lelaki yang sangat kukenal luar dalam ini punya prinsip tidak ingin dengan anak orang kaya karena tak mau ada cap “cowok matre” di keningnya. Tapi kata-kata tinggal kata-kata.. Ternyata mungkin memang lebih enak naik mobil daripada panas-panasan diatas motor butut, ya tohh.... Apapun, dan bagaimanapun.., aku hanya menganggap semua ini sebagai jalan yang telah dibuat Allah untuk mengubur dalam-dalam harapan itu dan mencoba mencari yang lebih baik dan lebih baik dan jauh jauh jauh lebih baik...

Bulan kedua, aku tidak terlalu berharap. Namun ada sedikit rasa yang aku pendam padanya. Namun lelaki itu lebih memilih kedekatan dengan wanita bersuami tanpa memikirkan perkataan-perkataan miring semua orang terhadap hubungan mereka yang jelas-jelas amat sangat tidak sehat. Sudah sering aku melihat mereka, namun kali itu tak ada yang melebihi panas mendidih darahku.. Entah kenapa sekali itu amarahku yang dipicu oleh cemburu meledak tak alang-kepalang.., sehingga aku “mendepak” lelaki itu dari hidupku.. Aku tak ingin berurusan dengan orang yang terlalu “buta” yang tak pernah bisa menimbang-nimbang mana yang baik dan yang buruk. Lepas lagi satu harapanku.

Bulan ketiga, entah kenapa mendadak aku teringat dirinya. Seorang teman sekolah lama yang pernah sempat dekat beberapa tahun yang lalu setelah menginjak masa dewasa ini. Sempat berpengharapan padanya atas kedekatan itu, tapi mendadak dia “menghilang”. Mendadak juga aku terkenang dirinya saat itu, berniat untuk menanyakan keberadaannya pada teman yang lain, jikalau masih ada waktu untuk berhubungan, tapi yang aku temukan dari teman lain ternyata adalah UNDANGAN PERNIKAHAN-nya, dengan seorang wanita yang dulu juga teman sekolah, dan dulu adalah kembang sekolah, dan yang tak alang-kepalang cantiknya.... Yah..aku tahu.., aku memang “cuma begini”....

Tiga kali shock therapy, Tuhanku, dan dalam keadaan ini yang aku rasakan hanyalah bahwa sesungguhnya aku adalah makhluk kerdil hina-dina yang tak lebih dari sebutir pasir di pinggir samudra duniamu yang maha luas... Tak ada satu mili pun dari diriku yang patut aku sombongkan, karena bukanlah seseorang yang pantas sombong jika dalam hidupnya selalu dicampakkan... Terima kasih, Ya Robb, Engkau selalu mampu “mengingatkan”-ku sehingga aku benar-benar tak pernah mendapat kesempatan untuk menyombongkan diri.. Teruslah uji aku, sehingga aku menjadi hamba yang benar-benar “teruji”....

(Meja Kantor, 4 April 2011)