Kamis, 27 September 2007

The Blind Newspaper Boy



 Baru sekali ini aku melihatnya walaupun aku melewati persimpangan lampu merah itu setiap hari. Di persimpangan itu, seperti biasa banyak penjaja koran yang lalu lalang, dari pagi sampai malam menawarkan koran-koran dagangannya itu kepada setiap pemakai jalan, entah yang naik mobil, motor, ataupun penumpang angkot. Tapi pagi ini ada satu hal yang membuatku tercengang. Salah seorang penjaja koran jalanan itu, seorang pemuda, paling tua mungkin seumuranku, tapi sepertinya lebih muda lagi, berjalan agak pelan dan satu-satu ke tengah kerumunan kendaraan yang sedang menunggu lampu merah berubah jadi hijau. Aku sempat heran melihat jalannya yang pelan itu, setelah dekat baru aku bisa melihat dengan jelas, ternyata kedua matanya hanya berwarna putih.., alias buta... Beberapa penumpang lainnya juga sempat memandangi pemuda itu. Dia dengan santainya ‘menjerumuskan’ diri ke tengah jalan yang penuh kendaraan itu tanpa takut risikonya padahal dia tidak bisa meliat lalu lalang kendaraan, mungkin saja dari sekian banyak kendaraan itu ada yang nyaris menabrak dia. Mungkin dia mengandalkan indra lainnya seperti telinga dan yang jelas intuisinya untuk merasakan apa ada bahaya yang datang. Lalu gimana dia bisa memastikan orang yang membeli korannya akan membayar dengan jumlah uang yang sebenarnya sementara dia sendiri ga bisa meliat. Hhhh...satu hal yang aku sendiri ga habis pikir.. Tapi orang seperti itu memang patut diacungi jempol. Dengan keterbatasan fisik yang dimilikinya, dia ga lantas merasa dirinya useless. Malah dia bisa membuat dirinya berguna, paling ga untuk dirinya sendiri, dengan ga menjadi beban bagi orang lain. Malah pekerjaannya itu bisa menguntungkan orang lain, agen koran itu misalnya, mungkin juga keluarganya, yang dengan pekerjaannya itu bisa dihidupinya walaupun mungkin pas-pasan. Sementara kita yang mungkin ga punya kekurangan apapun kadang seenaknya membebani orang lain, tanpa merasa bersalah pula. Ck..ck..ck... Melihat kejadian seperti ini, aku jadi menyadari bahwa Tuhan memang adil..

Senin, 24 September 2007

Fenomena Pramuniaga Department Store

Ada satu fenomena yang sering aku perhatikan pada saat-saat seperti ini, saat puasa dan terutama mendekati Lebaran. Tentang department store dan mal-mal yang mendadak menyesakkan oleh orang-orang yang haus akan penampilan indah. Yang jadi perhatianku bukan para pembelinya, tapi justru para pramuniaganya yang jadi begitu sibuknya melayani para pembeli, yang kadang (maaf..) untuk kentut saja tak sempat karena sibuk melayani orang. Sementara mereka yang harus kerja keras itu mungkin hanya mendapat penghasilan yang pas-pasan untuk kehidupan metropolitan ini. Belum lagi biaya kos, biaya makan, dan mungkin juga kiriman ke kampung karena biasanya mereka ini adalah anak kos-kosan yang orang tua dan keluarganya ada di kampung dan biasanya juga berasal dari keluarga pas-pasan. Belum lagi soal pakaian seragam mereka. Aku sering memperhatikan, sebenarnya mereka, para pramuniaga wanita itu, merasa tidak nyaman dengan seragam mereka yang mengharuskan mereka memakai rok mini. Sementara mereka harus naik turun angkot yang notabene penumpangnya bermacam-macam. Kadang mereka sampai harus menutupi paha mereka yang (maaf..) tidak mulus itu dengan tas kecil yang mereka bawa untuk melindunginya dari tatapan para penumpang pria yang suka mengambil kesempatan dalam keminian. Bahkan tak sedikit diantara mereka yang ketika berangkat memakai baju seragamnya, tapi bawahannya celana jeans. Nanti sesampai di mal, mereka menggantinya dengan rok mini mereka. Tapi apa mau dikata, mereka harus begitu kalau tetap ingin mendapat penghasilan.

Kamis, 20 September 2007

Membunuh Rasa Cinta Terlarang


Lala sedang bingung, dia sedang menghadapi dilema. Dia jatuh cinta pada seorang pria yang sudah menikah. Pria itu adalah rekan sekantornya yang baru bergabung. Pria itu bukanlah orang yang mempunyai kelebihan secara fisik, namun dia mempunyai bakat dan karakter yang sangat mengagumkan yang pastinya dapat mempesona banyak wanita. Awalnya dia mencoba untuk menepis rasa itu, namun semakin lama rasa itu semakin berkembang, ditambah lagi dengan sikap si pria yang sepertinya juga memberi angin. Akhirnya setelah mengumpulkan segenap keberanian, Lala mengungkapkan perasaannya kepada si pria, dengan segala konsekuensi yang mungkin harus ditanggungnya. Namun siapa sangka, ternyata respon si pria justru malah membuatnya bertambah bingung, karena ternyata pria itu mempunyai perasaan yang sama dengannya, walaupun dia sudah mempunyai anak dan istri. Bahkan pria itu ingin agar hubungan mereka tetap berjalan seperti adanya, tanpa salah satu harus menjauh. Bahkan dia sempat sedikit menggertak, kalau Lala berubah sikap, dia akan keluar dari perusahaan itu. Lalu apa yang harus diperbuat Lala?

Situasi diatas memang bukan situasi yang mudah untuk dihadapi. Tapi kita mungkin bisa sedikit merenungi hikmahnya. Jika anda salah satu wanita yang mungkin sedang menghadapi masalah diatas, mungkin langkah-langkah berikut bisa dicoba:
  • Yakinkan diri, apakah perasaan itu benar-benar cinta atau hanya kekaguman dan simpati yang amat sangat. Rasa kagum pada orang yang secara bakat dan karakter bisa dikatakan sempurna adalah hal yang sangat wajar. Simpati dan kagum pada orang seperti itu belum bisa disimpulkan sebagai cinta. Cinta adalah sebuah rasa yang tidak mempunyai alasan datangnya. Jika kita merasa nyaman dengan orang yang amat sangat ‘biasa’ dari segi karakter dan bakat, itu baru cinta. Jadi, jangan terlalu cepat menyimpulkan perasaan itu sebagai cinta. 
  • Jika anda orang yang sudah dalam usia dewasa dan sedang dalam pencarian jodoh, maka fokus pada pencarian jodoh itu saja. Untuk mencari jodoh, kita tidak bisa hanya melihat seseorang dari kesempurnaan bakat dan pribadi saja. Tapi kita juga harus bisa melihat apakah orang itu mempunyai potensi untuk membahagiakan kita lahir batin. Kondisi pria yang sudah mempunyai keluarga sangatlah tidak memungkinkan untuk itu. Karenanya cobalah sekuat mungkin untuk meredam rasa itu dengan  cara menjarak darinya. Jangan pedulikan apapun gertakannya jika  kita berubah. Kalau dia memang begitu berarti dia adalah orang yang berjiwa sangat kerdil. 
  • Pikirkan diri kita sendiri, perasaan kita, dan masa depan kita. Pikirkan betapa sakitnya jika kita harus mencintai seseorang yang jelas-jelas tidak bisa kita miliki. Jika dia masih tetap memberi kita harapan sementara keadaannya jelas-jelas tidak memungkinkan, berarti dia pria yang tidak bertanggung jawab terhadap keluarganya. Tendang jauh-jauh pria seperti ini. Karena betapapun sempurnanya dirinya di mata kita tapi jika dia tidak bertanggung jawab, maka dia bukanlah orang yang baik. Saat-saat seperti inilah saat yang tepat bagi kita untuk menjadi manusia egois. Egois disini bukannya kita ingin merugikan orang lain, tapi justru untuk menjernihkan keadaan yang tidak baik. Kadang kita memang harus menjadi egois untuk menyelamatkan diri dari situasi yang tidak menguntungkan. 
  • Satu lagi hal penting yang harus kita ingat. Jangan merusak nama kita sendiri dengan cap sebagai pengganggu rumah tangga orang lain. Kalau kita tetap bertahan dengan kedekatan kita dengannya, cepat atau lambat pasangannya akan mengetahui dan kita akan mendapat predikat buruk itu. Tidak ingin kan...

Semoga bermanfaat dan bisa diterapkan...