Jumat, 23 Juli 2004

Apakah Narcissus Pantas Dicintai?



 Aku punya seorang teman yang menurutku “terlalu melebih-lebihkan kelebihannya”. Sebutlah namaya Jessica. Memang dia punya kelebihan, itu aku akui. Namun sepertinya dia merasa tidak mempunyai kekurangan. Hal ini membuatnya menjadi sangat kurang peka dan terlalu fokus pada dirinya, yang menurut istilah jaman sekarang disebut narsis.
Menurut sebuah sumber yang pernah aku baca, istilah narsisme berasal dari kata Narcissus, nama seorang pemuda tampan dalam mitos Yunani kuno. Konon suatu hari Narcissus menangkap citra wajahnya pada permukaan air yang tenang di hutan, dan sontak ia jatuh cinta pada diri sendiri. Selanjutnya ia putus asa karena tidak mampu memenuhi apa yang sangat diinginkannya, lalu ia bunuh diri dengan sebilah belati. Dari tetesan darahnya yang jatuh di dekat air, tumbuhlah bunga yang sampai sekarang dikenal dengan nama Narcissus. Dari penjelasan di atas, tergambar adanya kesulitan besar berhubungan dengan orang lain bila kita terlalu mengagumi diri sendiri. Kekaguman pada diri sendiri yang berlebihan membuat kita selalu lapar untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan diri sendiri, selalu mencari perhatian dan pujian, serta tidak peka terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
Kembali ke kasus Jessica. Dia berkali-kali – sangat berkali-kali – gagal dalam kisah cintanya. Dan berhubung setiap kali ada masalah dia selalu curhat padaku, aku jadi tahu masalahnya. Setiap kali dia curhat, yang selalu kutangkap adalah dia tidak puas dengan sikap pasangannya. Dia selalu merasa pasangannya kurang memperhatikan dirinya karena dia ingin pasangannya setiap saat selalu ada untuknya. Kalau dia sms, pasangannya harus segera membalas sms-nya itu. Kalau tidak dia uring-uringan. Kalau dia menginginkan sesuatu, pasangannya harus selalu memenuhi keinginannya. Dan yang lebih parah lagi, dia amat sangat haus pujian. Setiap orang yang memujinya pasti dianggapnya baik, makanya mungkin aku dianggapnya kurang baik karna aku justru malah lebih sering mengkritik. Dan jika orang itu laki-laki, berarti dia – ampun deh.... – CINTA padanya. Padahal apalah susahnya memuji orang lain kalau kita memang punya ‘maksud’ terhadap orang itu. Apalagi pujian yang diumbar pria pada wanita, sudah tentu ujungnya kemana. Maka tak jarang temanku ini mengalami patah hati yang disebabkan dia merasa dimanfaatkan oleh pria itu. Ya wajar..., pria-pria pengumbar pujian kan pada umumnya punya prinsip “habis manis sepah dibuang”.
Lalu setiap kali curhat setelah hubungannya berakhir, dia selalu berpendapat bahwa dia tidak pantas mendapat perlakuan seperti ini, dia layak mendapat yang lebih baik, dan sebagainya. Dia mempunyai tingkat kepuasan yang sangat tergantung pada apa yang orang berikan kepadanya, bukan pada apa yang dia berikan kepada orang.
            Yang lebih parahnya lagi, dia sepertinya tidak pernah belajar dari pengalamannya di masa lalu. Suatu hari ketemu lagi dengan seorang pria, dengan sikap yang sama, mengumbar pujian, mengatakan she’s the best, she’s everything, she’s beautiful, she’s sexy, she’s smart, she’s fashionable, she’s great..., pokoknya any kind of praise... Maka itu akan membuatnya melambung tinggi dan seperti menambah kekuatannya dalam hidup. Kalau dalam film “Wishmaster” sang devil mendapat kekuatan dari orang-orang yang mengucapkan keinginan padanya, lalu dia kabulkan dengan mengorbankan jiwa si peminta keinginan, maka Jessica mendapat kekuatan diri dari setiap kata yang mengandung pujian untuknya, dengan mengorbankan perasaan orang yang memuji. Lalu jika semua pujian itu berbalik menjadi kritik atau setidak-tidaknya peringatan kecil, maka dia merasa menjadi orang paling merana sejagat raya.
            Memang, banyak artikel dan pendapat para ahli percintaan, bahwa untuk dapat dicintai orang lain, lebih dulu kita harus mencintai diri sendiri. Tapi definisi mencintai diri itu agaknya sedikit menyimpang, karena ditafsirkan banyak orang dengan terlalu menyadari kelebihan tanpa menyadari kekurangan dan menginginkan orang lain untuk memuji kelebihan kita itu tanpa mau diberitahu kekurangannya. Lebih parah lagi, narsisme sepertinya sudah menjadi bagian dari gaya hidup masa kini karena para ABG pun merasa mereka harus punya “foto narsis”, karena dengan begitulah mereka menganggap dirinya “ada” di dunia ini. For God sake...

Mencintai diri sendiri adalah awal dari dicintai oleh orang lain. Namun TERLALU mencintai diri sendiri bisa menghambat seseorang untuk dicintai orang lain (terinspirasi pada Juli 2004).