Blog ini berisi segala sesuatu yang dapat ditulis, yang dapat membantu untuk menulis, dan apa saja yang tertulis....
Sabtu, 30 Oktober 2004
Jumat, 23 Juli 2004
Apakah Narcissus Pantas Dicintai?
Aku punya seorang teman yang menurutku “terlalu
melebih-lebihkan kelebihannya”. Sebutlah namaya Jessica. Memang dia punya
kelebihan, itu aku akui. Namun sepertinya dia merasa tidak mempunyai
kekurangan. Hal ini membuatnya menjadi sangat kurang peka dan terlalu fokus
pada dirinya, yang menurut istilah jaman sekarang disebut narsis.
Menurut sebuah sumber yang pernah aku baca, istilah
narsisme berasal dari kata Narcissus, nama seorang pemuda tampan dalam mitos
Yunani kuno. Konon suatu hari Narcissus menangkap citra wajahnya pada permukaan
air yang tenang di hutan, dan sontak ia jatuh cinta pada diri sendiri.
Selanjutnya ia putus asa karena tidak mampu memenuhi apa yang sangat diinginkannya,
lalu ia bunuh diri dengan sebilah belati. Dari tetesan darahnya yang jatuh di
dekat air, tumbuhlah bunga yang sampai sekarang dikenal dengan nama Narcissus.
Dari penjelasan di atas, tergambar adanya kesulitan besar berhubungan dengan
orang lain bila kita terlalu mengagumi diri sendiri. Kekaguman pada diri
sendiri yang berlebihan membuat kita selalu lapar untuk memuaskan kebutuhan dan
kepentingan diri sendiri, selalu mencari perhatian dan pujian, serta tidak peka
terhadap perasaan dan kebutuhan orang lain.
Kembali ke kasus Jessica. Dia berkali-kali – sangat
berkali-kali – gagal dalam kisah cintanya. Dan berhubung setiap kali ada
masalah dia selalu curhat padaku, aku jadi tahu masalahnya. Setiap kali dia
curhat, yang selalu kutangkap adalah dia tidak puas dengan sikap pasangannya.
Dia selalu merasa pasangannya kurang memperhatikan dirinya karena dia ingin
pasangannya setiap saat selalu ada untuknya. Kalau dia sms, pasangannya harus
segera membalas sms-nya itu. Kalau tidak dia uring-uringan. Kalau dia
menginginkan sesuatu, pasangannya harus selalu memenuhi keinginannya. Dan yang
lebih parah lagi, dia amat sangat haus pujian. Setiap orang yang memujinya
pasti dianggapnya baik, makanya mungkin aku dianggapnya kurang baik karna aku
justru malah lebih sering mengkritik. Dan jika orang itu laki-laki, berarti dia
– ampun deh.... – CINTA padanya.
Padahal apalah susahnya memuji orang lain kalau kita memang punya ‘maksud’
terhadap orang itu. Apalagi pujian yang diumbar pria pada wanita, sudah tentu
ujungnya kemana. Maka tak jarang temanku ini mengalami patah hati yang
disebabkan dia merasa dimanfaatkan oleh pria itu. Ya wajar..., pria-pria
pengumbar pujian kan pada umumnya punya prinsip “habis manis sepah dibuang”.
Lalu setiap kali curhat setelah hubungannya berakhir, dia
selalu berpendapat bahwa dia tidak pantas mendapat perlakuan seperti ini, dia
layak mendapat yang lebih baik, dan sebagainya. Dia mempunyai tingkat kepuasan
yang sangat tergantung pada apa yang orang berikan kepadanya, bukan pada apa
yang dia berikan kepada orang.
Yang
lebih parahnya lagi, dia sepertinya tidak pernah belajar dari pengalamannya di
masa lalu. Suatu hari ketemu lagi dengan seorang pria, dengan sikap yang sama,
mengumbar pujian, mengatakan she’s the
best, she’s everything, she’s beautiful, she’s sexy, she’s smart, she’s fashionable, she’s great..., pokoknya any
kind of praise... Maka itu akan membuatnya melambung tinggi dan seperti
menambah kekuatannya dalam hidup. Kalau dalam film “Wishmaster” sang devil
mendapat kekuatan dari orang-orang yang mengucapkan keinginan padanya, lalu dia
kabulkan dengan mengorbankan jiwa si peminta keinginan, maka Jessica mendapat
kekuatan diri dari setiap kata yang mengandung pujian untuknya, dengan
mengorbankan perasaan orang yang memuji. Lalu jika semua pujian itu berbalik
menjadi kritik atau setidak-tidaknya peringatan kecil, maka dia merasa menjadi
orang paling merana sejagat raya.
Memang,
banyak artikel dan pendapat para ahli percintaan, bahwa untuk dapat dicintai
orang lain, lebih dulu kita harus mencintai diri sendiri. Tapi definisi
mencintai diri itu agaknya sedikit menyimpang, karena ditafsirkan banyak orang
dengan terlalu menyadari kelebihan tanpa menyadari kekurangan dan menginginkan
orang lain untuk memuji kelebihan kita itu tanpa mau diberitahu kekurangannya.
Lebih parah lagi, narsisme sepertinya sudah menjadi bagian dari gaya hidup masa
kini karena para ABG pun merasa mereka harus punya “foto narsis”, karena dengan
begitulah mereka menganggap dirinya “ada” di dunia ini. For God sake...
Mencintai
diri sendiri adalah awal dari dicintai oleh orang lain. Namun TERLALU mencintai
diri sendiri bisa menghambat seseorang untuk dicintai orang lain (terinspirasi pada Juli 2004).
Langganan:
Postingan (Atom)